Peralihan hutan Menjadi Tempat Wisata, Harus Jelas Bagi Hasilnya

Peralahin hutan Menjadi Tempat Wisata, Harus Jelas Bagi Hasilnya

Tak hanya dari pemberdayaan masyarakat, bagi hasil (keuntungan) antara investor dan warga sekitar kadang tidak jelas. Sehingga ketika peralihan hutan menjadi tempat wisata banyak warga yang tidak mengetahui terkait kesepakatan bagi hasilnya. 

Peralihan hutan menjadi tempat wisata alam tak hanya membawa dampak positif tetapi juga menjadi polemik bagi warga sekitar. Sebab, tak sedikit masyarakat merasakan langsung manfaat dari adanya tempat wisata itu. 

“Apalagi harus adanya ijin peralihan tempat, banyak yang tidak tahu. Kadang kala izin ke masyarakat juga tidak ditempuh, kan harusnya dengan LMDH, kemudian disampaikan ke masyarakat,” kata Ketua Penasehat Paguyuban LMDH Jabar Saepudin, Sabtu (27/8/2022).

Apabila ada pengusaha yang mau mengelola Hutan tanpa mengikuti aturan yang berlaku, lanjut Saepudin, maka harus ditindak. Bahkan Dishut pun harus turun tangan untuk menyelesaikannya, karena semua itu ada dalam Nota Perjanjian Kesepakatan Kerja sama (NPKS). 

“Apabila masyarakat diabaikan apalagi tidak menempuh prosedur ini, Warga bisa menggugat Dishut,” pungkasnya.

Menurut Saepudin, di kawasan Perhutani atau di daerah yang ada hutannya, selalu ada yang namanya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). LMDH adalah mitra kerjanya dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sehingga, segala bentuk pengelolaan hutan, peralihan hingga hasil dari hutan tersebut idealnya diketahui LMDH. 

“Segala bentuk hasil hutan itu ada bagi hasil antara Perhutani (Sekarang Dinas Kehutanan) dengan pengelola. Apalagi, ini kawasan wisata di dalamnya ada bagi hasil untuk masyarakat sekitarnya dari tiket masuk,” katanya. 


sumber: inisumedang

Comments

Popular posts from this blog

Sungai Mati Jadi Lahan Produktif, Penen Berlimpah

Gaharu Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu

Pemprov SulSel Rehabilitasi Saluran Irigasi di Soppeng