Hutan Produksi di Mukomuko Bengkulu Diperjualbelikan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu melayangkan surat teguran kedua kepada sejumlah orang yang melakukan dugaan jual beli kawasan Hutan Produksi (HP) Air Rami di daerah ini.
"Seksi pengaman hutan yang turun ke kawasan hutan untuk menyampaikan surat teguran kedua dugaan jual beli HP Air Rami," kata Kepala KPHP Kabupaten Mukomuko Aprin Sihaloho dalam keterangannya, di Mukomuko, Sabtu.
KPHP Kabupaten Mukomuko telah melaporkan dugaan jual beli HP Air Rami di daerah ini kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu.
Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil koordinasinya dengan PT API, perusahaan ini pada Minggu depan akan turun untuk melakukan identifikasi lahan mereka yang dirambah.
Ribuan hektar hutan produksi di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu diduga diperjualbelikan. Saat ini lahan tersebut telah banyak berubah fungsi menjadi perkebunan sawit.
Baca juga : Sungai Dua Rasa, Hidden Paradise di Tengah Hutan Sibolangit
"Saat kami patroli menemukan warga membuka lahan sawit di hutan produksi, kalau dihitung ada ribuan hektar yang dijual secara ilegal, mereka mengaku membeli lahan dari warga sebelumnya, dan kami menyita sejumlah kwitansi jual beli itu yang " kata Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Mukomuko, Aprin Sihalolo, Jumat (2/6/2022).
Aprin menyebut berdasarkan keterangan warga, lahan hutan produksi itu diperjualbelikan dengan harga Rp 15-20 juta per hektar.
Dia mengatakan, pihaknya telah mengantongi kuitansi orang yang menjual dan membeli HP Air Rami, apakah status mereka sebagai saksi ditingkatkan itu kewenangan dinas," ujarnya pula.
Meskipun instansinya telah mengantongi bukti kuitansi jual beli hutan, namun mereka tidak mengaku menjual hutan tersebut, mereka mengaku cuma tebang tebas yang dibayar pihak lain.
"Padahal kuitansi jual beli HP Air Rami tersebut sudah jelas, makanya untuk membuktikannya, biar Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi yang memprosesnya," ujar dia pula.
Baca juga : Pertanyaan Seputar Daerah Aliran Sungai
"Kalau dari pengakuan warga mereka membeli dengan harga kisaran Rp 15-20 juta per hektar, huta sudah dibersihkan penjual. Di kwitansi itu tertulis pembayaran upah tebas atau bersihkan," jelas Aprin.
Aprin mengungkapkan, total luas hutan produksi di bawah tanggungjawab KPHP Kabupaten Mukomuko seluas 78.315 hektare yang terbagi ke dalam tujuh hutan produksi. Adapun dari total luas hutan produksi tersebut, 70 persen di antaranya mengalami kerusakan akibat perambahan termasuk diperjualbelikan.
"Akibat perambahan yang dilakukan dengan modus jual beli ini sudah 70 persen kawasan HP atau sekitar 50 ribu hektar rusak karena dirambah dan sekitar 20 ribu hektar diduga diperjualbelikan," ungkap Aprin.
Meski telah menemukan warga yang melakukan perambahan dengan cara membeli secara ilegal, Aprin mengaku masih melakukan tindakan persuasif pada warga dan belum memutuskan untuk melakukan tindakan hukum.
"Sejauh ini kami masih melakukan langkah persuasif kepada warga, dan mengimbau untuk menghentikan aktifitas serta tidak membuka lahan baru," papar Aprin.
Sedangkan dari data Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, total luas perkebunan sawit di kabupaten setempat mencapai 124 ribu hektar dan 103 hektar milik masyarakat. Adapun 35 persen masuk dalam hutan produksi.
Baca juga : KLHK Pulihkan 108 DAS hingga Tahun 2024 untuk Target RPJMN
"Dari data kami ada sekitar 20 ribu kebun sawit masuk dalam hutan produksi milik masyarakat," jelas Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Apriansyah secara terpisah.
Sementara itu menurut seorang warga di Kecamatan Sungai Rumbai, dia mengaku telah memiliki kebun sawit seluas 5 hektar di kawsan hutan produksi. Lahan itu dibelinya tahun 2009 lalu.
"Ya kami tau itu hutan produksi tapi kami melihat banyak warga lain juga telah membeli bahkan ada pejabat juga ikut membeli, saya beli Rp 15 juta per hektar waktu itu," kata warga tersebut.
Diketahui saat ini, Pemda Mukomuko sedang mengusulkan penurunan status kawasan hutan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar kawasan hutan produksi yang terlanjur dirambah diturunkan statusnya menjadi kawasan Area Peruntukan Lain (APL).
Comments
Post a Comment