Optimalkan Lahan Sawah Hadapi Musim Kemarau

Musim kemarau atau musim kering adalah periode tahunan dengan curah hujan rendah, terutama di tropis. Cuaca di daerah tropis didominasi oleh sabuk hujan tropis, yang bergerak dari utara ke selatan tropis dan kembali sepanjang tahun.

Selama musim kemarau, kelembaban sangat rendah, menyebabkan beberapa lubang air dan sungai mengering. 

Kurangnya air (dan kurangnya pasokan makanan) dapat memaksa banyak hewan penggembalaan untuk bermigrasi ke tempat yang lebih subur. 

Baca juga : Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Contoh hewan tersebut adalah zebras, gajahs, jerapah, rhinoceros, antelop dan wildebeest, kerbau, kerbau tanjung, gaur, tapir, emu, burung unta, rhea, kangurus. Karena kurangnya air di tanaman, kebakaran semak (kebakaran hutan) biasa terjadi.

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) berupaya mengoptimalkan lahan sawah yang masih memiliki sumber-sumber air yang mencukupi pada musim kemarau dengan menyediakan infrastuktur irigasi yang baik sehingga air dapat dimanfaatkan secara optimal. 

Hal itu dilakukan untuk mencapai target produksi padi nasional sebesar 55,58 juta ton pada tahun 2022. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) juga mengatakan, upaya itu dilakukan agar ketahanan pangan nasional dapat terus terjaga, meski dalam situasi apapun.

Baca juga : Rehabilitasi 600.000 Hektare Lahan Mangrove diTargetkan Selesai di 2024

"Pertanian adalah sektor yang rentan terhadap perubahan iklim. Oleh karenanya, program yang digulirkan Ditjen PSP Kementan untuk menjaga ketahanan pangan kita agar sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian nasional. Dalam kondisi dan situasi apapun, pertanian tak boleh terganggu," kata Mentan SYL.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menambahkan, dalam konteks tersebut kondisi ini harus terus dipantau terkait dengan pemenuhan ketersediaan airnya, sehingga terhindar dari risiko kekeringan.

Pada umumnya, Ali melanjutkan, kekeringan yang terjadi di lahan sawah disebabkan karena beberapa faktor, di antaranya berkurangnya sumber-sumber air akibat kemarau panjang, daerah aliran sungai yang sudah mulai rusak dan saluran irigasi utama yang rusak maupun sedang dalam tahap perbaikan.

"Kondisi ini menyebabkan aliran-aliran air yang dimanfaatkan untuk irigasi cepat sekali mengalami penurunan debit," tutur Ali. Penyebab lainnya menurut Ali adalah ketidakdisiplinan petani dalam melakukan pola dan tata tanam, terutama pada lahan sawah yang berada pada golongan 1 hingga 3 (dekat dengan saluran utama), membuat lahan sawah yang berada di hilir kurang mendapat suplai air dan terjadi rawan kekeringan terutama pada puncak musim kemarau.

Baca juga : Pertamina Adakan “Nyapuh Tirah Campuhan”, Apa maknanya?

"Berikutnya adalah tidak ditemukan sumber air alternatif seperti sumber air tanah, air buangan dan tampungan air yang dapat digunakan untuk menyelamatkan lahan sawah yang mengalami kekurangan air," kata Ali.

Dikatakan Ali, antisipasi dampak kekeringan tahun 2022 sudah sejak dini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian melalui Direktorat Irigasi Pertanian. Beberapa langkah awal yang telah dilaksanakan antara lain memberikan informasi terkait catatan peringatan dini dan upaya antisipasi musim kemarau 2022, khususnya pada lahan sawah irigasi teknis.

Di antaranya kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi sebanyak 3.000 unit, pembangunan embung pertanian 400 unit dan pembangunan irigasi perpompaan 189 unit dan perpipaan 116 unit. 

Dikatakan Ali, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian juga telah menyiapkan pompa-pompa air untuk mengantisipasi kekeringan di MK 2022. Sejumlah 122.619 unit pompa-pompa air yang sudah disalurkan sejak tahun 2017-2021 juga di siapkan untuk dimanfaatkan.

"Dengan pembangunan infrastruktur irigasi dan sumber-sumber air yang cukup besar, sudah seharusnya petani menggunakan dan merasakan manfaat dari pembangunan tersebut dengan peningkatan ketersediaan air irigasi dan menurunnya risiko terjadinya kekeringan dan banjir maka peningkatan produksi pertanian dapat terwujud," kata Ali.

Baca juga : Pemprov SulSel Rehabilitasi Saluran Irigasi di Soppeng

"Lalu juga memastikan bangunan konservasi air berupa embung pertanian yang telah terbangun bisa dimanfaatkan pada saat menghadapi musim kemarau terutama di wilayah Jawa Barat menjadi endemik kekeringan terbesar di Indonesia," tutur Ali.

Berikutnya adalah berkoordinasi dengan balai pengelola waduk strategis untuk terus memantau kondisi muka air waduk dan pembagian air irigasi sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan air. Juga mendorong percepatan pelaksanaan kegiatan irigasi pertanian tahun 2022 agar dapat dimanfaatkan pada tahun yang sama.

Comments

Popular posts from this blog

Sungai Mati Jadi Lahan Produktif, Penen Berlimpah

Gaharu Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu

Pemprov SulSel Rehabilitasi Saluran Irigasi di Soppeng